WONOSOBO yang sebenarnya sama sekali tidak punya jejak dan sejarah ikhwal dunia perbatikan, kini mencoba menggagas kerajinan batik gaya baru, yakni, memproduksi batik dengan motif daun carica dan purwaceng, dua jenis tumbuhan yang selama ini hanya bisa tumbuh di pegunungan Dieng.
Motif batik carica dan purwaceng tersebut saat ini coba dikembangkan OLEH KELOMPOK BATIK NGERTI KAMPUNG, yang dibentuk oleh Karang Taruna Desa Talunombo Kec.Sapuran, Wonosobo. berharap batik yang dibuat warga ke depan bisa populer seperti batik Pekalongan, Solo, dan Yogyakarta, yang boleh dibilang merupakan cikal-bakal batik Indonesia.
Batik carica dan purwaceng terhitung masih baru. Karena mulai dirintis pada awal 2008. Ide perintisan batik tersebut bermula dari kegiatan Peningkatan Peranan Wanita menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS) di desa penghasil kayu albasia tersebut. Waktu itu, menurut kepala desa setempat, salah satu warga membuat kerajinan batik saat lomba. Lantaran di desa Talunombo termasuk kerajinan baru dan hasilnya bagus, karya batik itu lalu dinobatkan sebagai juara pertama. Warga lain pun kemudian penasaran dan ingin membuat karya sejenis. Hasilnya, hanya dengan latihan singkat di Purworejo, beberapa warga sudah mulai mahir membatik.
Belajar membatik ternyata tidak gampang. Sebab, perlu kosentrasi tinggi dan sentuhan estetika yang baik. Wajar jika warga Talunombo tak cukup hanya ngangsu kawruh di Purworejo. Beberapa calon pembatik berburu ilmu ke Pekalongan, sebagai salah satu pusat perbatikan di Indonesia.
Di sana, calon pembatik dari Talunombo belajar batik tulis yang merupakan metode asli membatik. Setelah cukup ilmu mereka pun mulai aktif membatik di desa. Batik yang diproduksi dipromosikan dalam pameran pembangunan dan peragaan busana batik khas Wonosobo. Selain itu, pembatik Talunombo juga aktif ikut pagelaran batik di berbagai daerah, seperti di Solo Batik Carnival (SBC), April 2008. Batik yang dibuat dari kain prima, primis, santun, dan krayon itu, kebanyakan diberi warna dasar merah, hijau, ungu, biru dan cokelat.
Motif dibuat dengan bentuk daun dan buah carica, daun purwaceng dan ikan mujahir. Diharapkan dengan menonjolkan tumbuhan khas daerah pegunungan Dieng itu, bisa mendongkrak popularitas batik carica Talunombo. Geliat warga setempat memproduksi kain batik, diapresiasi pemerintah kabupaten (pemkab) setempat. Bupati Drs H A Kholiq Arif MSi melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan menggelontorkan dana untuk bantuan modal dan pelatihan.
Kegiatan promosi juga digenjot. Bupati mengimbau kepada pegawai negeri sipil (PNS) di daerahnya mengenakan kain batik dari Talunombo. Setiap ada acara penting, dia juga tak segan-segan mengenalkan batik khas daerah itu kepada pengunjung. Lambat-laun batik Talunombo pun mulai dikenal luas.
Batik Pejal Persaingan bisnis di dunia perbatikan memang sangat ketat. Selain beberapa daerah juga mengembangkan produksi sejenis, kota asal batik yakni Pekalongan, Solo, dan Yogyakarta, mulai melahirkan inovasi-inovasi baru.
Batik yang dulu terkesan pakaian tradisional dan hanya dipakai kalangan orang tua, kini pelan-pelan hilang. Pasalnya, motif batik lebih bebas dan keluar dari pakem. Saat ini batik terlihat lebih elegan. Karena bisa dibuat model kasual, baju pesta, baju muslim, baju pesta, baju wisata, dan kombinasi kebaya modern.
Belum lagi, banjir batik dari China dengan motif lurik, diakui atau tidak, bisa mengubur popularitas batik asli. Jika masalah ini tidak diantisipasi, bukan tidak mungkin produk batik lokal akan tergilas di pasar.
Apalagi, kualitas dan inovasi motif luar negeri dan batik asli Indonesia, makin berkembang dan beragam. Mereka tentu tak ingin posisinya digeser olah batik-batik lokal pendatang baru. Bagaimana pun mereka pemain lama yang tetap bertahan.
Karena itu, guna memajukan batik carica Talunombo sebagai kerajinan khas daerah, Pemkab Wonosobo harus turun tangan. Rasanya, tak cukup hanya memberi modal dan membantu promosi, tapi bagaimana pemkab setempat ikut mengembangkan mindset bisnis dan estetika seni yang tinggi. Dengan cara itu, batik carica Talunombo, diharapkan mampu bersaing dengan produksi batik daerah lain dan produk sejenis dari luar negeri. Guna terus membuka peluang pasar dan inovasi seni, perajin batik Talunombo sekali waktu perlu studi banding ke perajin lain yang lebih maju.
Studi banding ini dilakukan untuk menambah ketrampilan dan membangun jaringan pasar. Apalagi, selama ini, pasar batik Talunombo masih berkutat di seputar lokal Wonosobo. Selain itu, perajin batik Talunombo, mestinya tidak cukup hanya membatik dengan media kain, tapi mulai merambah mengambangkan batik dengan media benda pejal seperti kayu, bambu dan batok kelapa (tempurung).
Sebab, pasar kerajinan batik pejal untuk aksesori rumah, perangkat meja, dan kursi, sangat baik. Tidak saja diminati di dalam negeri, pasar ekspor juga tak kalah menjanjikan. Langkah ini sekaligus mengantisipasi jika pasar kain batik mengalami kelesuan,perajin bisa beralih membuat batik kayu dan bambu, yang persaingannya belum begitu ketat dan permintaan pasar masih tinggi, karena model perkakas rumah dengan motif batik kini tengah menjadi tren.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar